A. Sikap
Pengertian Sikap
Menurut Gibson (1997), sikap adalah
perasaan positif atau negatif atau keadaan mental yang selalu disiapkan,
dipelajari dan diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh khusus pada
respon seseorang terhadap orang, obyek ataupun keadaan. Sikap lebih merupakan
determinan perilaku sebab sikap berkaitan dengan persepsi, kepribadian dan
motivasi.
Menurut Sada (2000), sikap adalah
tindakan yang akan diambil karyawan dan segala sesuatu yang harus dilakukan
karyawan tersebut yang hasilnya sebanding dengan usaha yang dilakukan.
Menurut Robbins dan Judge (2008),
sikap adalah pernyataan evaluatif, baik yang menyenangkan maupun tidak menyenankan,
terhadap objek, individu, atau peristiwa. Hal ini mencerminkan bagaimana
perasaan seseorang tentang sesuatu.
Berdasarkan pengertian diatas dapat
ditarik kesimpulan bahwa sikap adalah perasaan atau keadaan mental yang
disiapkan, dipelajari dan diatur melalui pengalaman sebagai respon seseorang
terhadap objek, individu atau peristiwa.
1. DETERMINAN SIKAP KERJA
Sikap kerja dapat dijadikan indikator apakah suatu
pekerjaan berjalan lancar atau tidak. Jika sikap kerja dilaksanakan dengan
baik, pekerjaan akan berjalan lancar. Jika tidak berarti akan mengalami
kesulitan. Tetapi, bukan berarti adanya kesulitan karena tidak dipatuhinya
sikap kerja, melainkan ada masalah lain lagi dalam hubungan antara karyawan
yang akibatnya sikap kerjanya diabaikan.
a. Menurut para
tokoh :
1)
Gibson, menjelaskan
sikap sebagai perasaan positif atau negatif atau keadaan mental yang selalu
disiapkan, dipelajari dan diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh
khusus pada respon seseorang terhadap orang, obyek ataupun keadaan. Sikap lebih
merupakan determinan perilaku sebab, sikap berkaitan dengan persepsi,
kepribadian dan motivasi.
2)
Sada, adalah
tindakan yang akan diambil karyawan dan segala sesuatu yang harus dilakukan
karyawan tersebut yang hasilnya sebanding dengan usaha yang dilakukan.
b. Sikap yang
positif
1)
Kemauan untuk bekerja sama. Bekerja sama dengan
orang-orang dalam suatu kelompok akan memungkinkan perusahaan dapat mencapai
tujuan yang tidak mungkin dicapai oleh orang-orang secara individual. Rasa
memiliki. Adanya rasa ikut memiliki karyawan terhadap perusahaan akan membuat
karyawan memiliki sikap untuk ikut menjaga dan bertanggung jawab terhadap perusahaan
sehingga pada akhirnya akan menimbulkan loyalitas demi tercapainya tjuan
perusahaan.
2)
Hubungan antar pribadi. Karyawan yang mempunyai
loyalitas karyawan tinggi mereka akan mempunyai sikap fleksibel kea rah tete
hubungan antara pribadi. Hubungan antara pribadi ini meliputi : hubungan social
diantara karyawan. Hubungan yang harmonis antara atasan dan karyawan, situasi
kerja dan sugesti dari teman sekerja.
3)
Suka terhadap pekerjaan. Perusahaan harus dapat
menghadapi kenyataan bahwa karyawannya tiap hari dating untu bekerja sama
sebagai manusia seutuhnya dalam hal melakukan pekerjaan yang akan dilakukan
dengan senang hati sebagai indikatornya bisa dilihat dari : kesanggupan
karyawan dalam bekerja, karyawan tidak kpernah menuntut apa yang diterimanya di
luar gaji pokok.
2. PENGUKURAN
SIKAP KERJA
Kepuasan kerja merupakan salah satu
faktor yang sangat penting untuk mendapatkan hasil kerja yang optimal. Ketika
seorang merasakan kepuasan dalam bekerja tentunya ia akan berupaya semaksimal
mungkin dengan segenap kemampuan yang dimilikinya untuk menyelesaikan tugas
pekerjaannya. Dengan demikian produktivitas dan hasil kerja karyawan akan
meningkat secara optimal.
Faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja karyawan pada dasarnya secara praktis
dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu faktor intrinsik dan faktor
ekstrinsik. Faktor intrinsik adalah faktor yang berasal dari dalam diri dan
dibawa oleh setiap karyawan sejak mulai bekerja di tempat pekerjaannya, Sebagai
contoh, karyawan yang sudah lama bekerja memiliki kecenderungan lebih puas
dibandingkan dengan karyawan yang belum lama bekerja (Doering et al., 1983)
Faktor eksentrinsik menyangkut hal-hal yang berasal dari luar diri karyawan,
antara lain kondisi fisik lingkungan kerja, interaksinya dengan karyawan lain,
sistem penggajian dan sebagainya.
Secara teoritis, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja
sangat banyak jumlahnya, seperti gaya kepemimpinan, produktivitas kerja,
perilaku, locus of control , pemenuhan harapan penggajian dan efektivitas
kerja.
Salah satu
cara untuk menentukan apakah pekerja puas dengan pekerjaannya atau tidak, ialah
dengan membandingkan pekerjaan mereka dengan beberapa pekerjaan ideal tertentu
(teori kesenjangan).
Faktor-faktor
yang biasanya digunakan untuk mengukur kepuasan kerja seorang pegawai
diantaranya :
Ø isi
pekerjaan, penampilan tugas pekerjaan yang aktual dan sebagai kontrol terhadap
pekerjaan
Ø supervise
Ø organisasi
dan manajemen
Ø kesempatan
untuk maju
Ø gaji dan
keuntungan dalam bidang finansial lainnya seperti adanya insentif
Ø rekan
kerja
Ø kondisi
pekerjaan
Menurut Job
Descriptive Index (JDI) faktor penyebab kepuasan kerja, pengukuran
sikap/kepuasan kerja, diantaranya :
1. bekerja
pada tempat yang tepat
2.
pembayaran yang sesuai
3.
organisasi dan manajemen
4. supervisi
pada pekerjaan yang tepat
5. orang
yang berada dalam pekerjaan yang tepat
3. MACAM-MACAM SIKAP KERJA
Sikap tubuh dalam bekerja terdiri dari :
1. Sikap Kerja
Duduk.
Sikap
kerja duduk merupakan sikap kerja yang kaki tidak terbebani dengan berat tubuh
dan posisi stabil selama bekerja. Duduk memerlukan lebih sedikit energi
daripada berdiri karena hal itu dapat mengurangi banyaknya beban otot statis
pada kaki. Kegiatan bekerja sambil duduk harus dilakukan secara ergonomi
sehingga dapat memberikan kenyamanan dalam bekerja.
Sikap
duduk yang keliru merupakan penyebab adanya masalah – masalah punggung. Hal ini
dapat terjadi karena tekanan pada bagian tulang belakang akan meningkat pada
saat duduk dibandingkan dengan saat berdiri ataupun berbaring. Jika diasumsikan
tekanan tersebut sekitar 100% ; maka cara duduk yang tegang atau kaku (erect
posture) dapat menyebabkan tekanan tersebut mencapai 140% dan cara duduk yang
dilakukan dengan membungkuk ke depan menyebabkan tekanan tersebut sampai 190%
(Nurmianto, 2004). Sikap duduk paling baik yang tidak berpengaruh buruk
terhadap sikap badan dan tulang belakang adalah sikap duduk dengan sedikit
lardosa pada pinggang dan sedikit mungkin kifosa pada punggung (Suma’mur,
1989). Sikap duduk yang benar yaitu sebaiknya duduk dengan punggung lurus dan
bahu berada dibelakang serta bokong menyentuh belakang kursi. Selain itu,
duduklah dengan lutut tetap setinggi atau sedikit lebih tinggi panggul (gunakan
penyangga kaki) dan sebaiknya kedua tungkai tidak saling menyilang. Jaga agar
kedua kaki tidak menggantung dan hindari duduk dengan posisi yang sama lebih
dari 20-30 menit. Selama duduk, istirahatkan siku dan lengan pada kursi, jaga
bahu tetap rileks (Wasisto, 2005).
Keuntungan bekerja sambil duduk adalah sebagai berikut
:
1.
Menghilangkan
tumpuan berat badan pada kaki.
2.
Memungkinkan
tubuh menghindari sikap yang tidak alamiah.
3.
Kurangnya
penggunaan energi sehingga bisa mengurangi atau memperlambat terjadinya
kelelahan.
4.
Kurangnya
tingkat keperluan sirkulasi darah.
5.
Memberikan
kestabilan lebih besar pada pekerjaan-pekerjaan yang membutuhkan ketepatan dan
ketelitian.
6.
Memungkinkan
pengoperasian alat kendali kaki dengan lebih mudah, tepat dan aman dalam posisi
tubuh yang tetap baik.
Namun, kegiatan bekerja sambil duduk
juga dapat menimbulkan kerugian/ masalah bila
dilakukan
secara tidak ergonomis. Kerugian tersebut antara lain :
a. Melembeknya
otot – otot perut.
b. Melengkungnya
punggung.
c. Tidak baik
bagi organ dalam tubuh, khususnya pada organ pada sistem pencernaan jika posisi
dilakukan secara membungkuk.
2. Sikap Kerja
Berdiri.
Selain sikap kerja duduk, sikap
kerja berdiri juga banyak ditemukan di perusahaan. Sikap kerja berdiri
merupakan sikap kerja yang posisi tulang belakang vertikal dan berat badan
tertumpu secara seimbang pada dua kaki. Bekerja dengan posisi berdiri terus
menerus sangat mungkin akan terjadi penumpukan darah dan berbagai cairan tubuh
pada kaki dan hal ini akan bertambah bila berbagai bentuk dan ukuran sepatu
yang tidak sesuai. Sikap kerja berdiri dapat menimbulkan keluhan subjektif dan
juga kelelahan bila sikap kerja ini tidak dilakukan bergantian dengan sikap
kerja duduk (Rizki, 2007).
Keuntungan dan kerugian sikap kerja berdiri :
Otot perut tidak kendor, sehingga vertebra (ruas
tulang belakang)
tidak rusak bila mengalami pembebanan
Kerugian: Otot kaki cepat
lelah.
3.
Posisi Kerja
Duduk – Berdiri
Posisi kerja duduk-berdiri yaitu
posisi atau sikap kerja yang dapat dilakukan dengan berdiri atapun duduk.
Posisi Duduk - Berdiri mempunyai keuntungan secara Biomekanis dimana tekanan
pada tulang belakang dan pinggang 30% lebih rendah dibandingkan dengan posisi
duduk maupun berdiri terus menerus.
Sikap kerja lainnya antara lain :
Mengangkat beban
Bermacam
cara dalam mengangkat beban yakni dengan kepala, bahu, tangan, punggung , dll.
Beban yang terlalu berat dapat menimbulkan cedera tulang punggung, jaringan
otot dan persendian akibat gerakan yang berlebihan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi
kegiatan-kegiatan mengangkat dan mengangkut adalah sebagai berikkut :
a.
Beban yang
diperkenakan, jarak angkut dan intensitas pembebanan.
b.
Kondisi
lingkungan kerja yaitu keadaan medan yang licin, kasar, naik turun dll.
c.
Keterampilan
bekerja
d.
Peralatan
kerja beserta keamanannya
Cara-cara mengangkut dan
mengangkat yang baik harus memenuhi 2 prinsip kinetis yaitu :
1.
Beban
diusahakan menekan pada otot tungkai yang keluar dan sebanyak mungkin otot
tulang belakang yang lebih lemah dibebaskan dari pembebanan
2.
Momentum
gerak badan dimanfaatkan untuk mengawali gerakan.
Penerapan :
a.
Pegangan
harus tepat
b.
Lengan harus
berada sedekatnya pada badan dan dalam posisi lurus
c.
Punggung
harus diluruskan
d.
Dagu ditarik
segera setelah kepala bisa di tegakkan lagi seperti pada permulaan gerakan
e.
Posisi kaki
di buat sedemikian rupa sehingga mampu untuk mengimbangi momentum yang terjadi
dalam posisi mengangkat
f.
Beban
diusahakan berada sedekat mungkin terhadap garis vertical yang melalui pusat
grafitas tubuh.
a. Sikap kerja almiah
Sikap kerja almiah aadalh sikap
kerja atau posisi kerja yang sesuai dengan bentuk alamiah kurva tulang
belakang. Misalnya pada sikap kerja duduk yang paling baik adalah sedikit
lordose pada pinggang dan sedikit kifose pada punggung. Dengan posisi seperti
ini pengaruh buruk pada tulang belakang terutama pada lumbosacral dapat
dikurangi. Hal ini dapat dicapai dengan penggunaan kursi dengan sandaran
pinggang yang sesuai dengan bentuk anatomis alami tulang belakang.
b. Sikap Kerja
Tidak Alamiah
Sikap kerja tidak alamiah adalah
sikap kerja yang menyebabkan posisi bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah
misalnya pergerakan tangan terangkat, punggung terlalu membungkuk, kepala
terangkat dan sebagainya. Semakin jauh posisi bagian tubuh dari pusat gravitasi
tubuh, maka akan semakin tinggi pula resiko terjadinya keluhan otot skeletal.
Sikap kerja tidak alamiah ini pada umumnya karena karakteristik tuntutan tugas,
alat kerja dan stasiun kerja tidak sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan
pekerja. Posisi tubuh atau sikap kerja yang tidak alamiah dan cara kerja yang
tidak ergonomis dalam waktu lama dan terus menerus dapat menyebabkan berbagai
gangguan kesehatan pada pekerja antara lain :
a.
Rasa sakit
pada bagian-bagian tertentu sesuai jenis pekerjaan yang dilakukan seperti pada
tangan, kaki, perut, punggung, pinggang dan lain-lain.
b.
Menurunnya
motivasi dan kenyamanan kerja.
c.
Gangguan
gerakan pada bagian tubuh tertentu (kesulitan mengerakkan kaki, tangan atau
leher/kepala).
d.
Dalam waktu
lama bisa terjadi perubahan bentuk tubuh (tulang miring, bongkok).
B. Kepuasan
Kerja
1. Pengertian Kepuasan Kerja
Menurut Robbins (2001) kepuasan kerja
didefinisikan sebagai suatu sikap umum seseorang terhadap pekerjaannya.
Definisi ini mengandung pengertian yang luas. Dengan kata lain kepuasan kerja
merupakan penjumlahan yang rumit dari sejumlah unsur pekerjaan yang terbedakan
dan terpisahkan satu sama lain (discrete job elements).
Howell dan Dipboye (1986) memandang
kepuasan kerja sebagai hasil keseluruhan dari derajat rasa suka atau tidak
sukanya tenaga kerja terhadap berbagai aspek dari pekerjaan.
Selanjutnya dibahas tiga model yang mencerminkan hubungan-hubungan yang berbeda antara sikap dan motivasi untuk performance secara efektif.
Selanjutnya dibahas tiga model yang mencerminkan hubungan-hubungan yang berbeda antara sikap dan motivasi untuk performance secara efektif.
Newstrom : mengemukakan bahwa “job
satisfaction is the favorableness or unfavorableness with employes view their
work”. Kepuasan kerja berarti perasaan mendukung atau tidak mendukung yang
dialami [pegawai] dalam bekerja
Handoko : Keadaan emosional yang menyenangkan dengan mana
para karyawan memandang pekerjaan mereka. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan
seseorang terhadap pekerjaannya. Ini dampak dalam sikap positif karyawan terhadap pekerjaan dan
segala sesuatu yang dihadapi di lingkungan kerjanya.
2. Aspek-aspek dalam kepuasaan kerja
a.
Aspek Psikologis yang berhubungan dengan kejiwaandan
minat, ketentraman kerja dan sikap kerja, bakat dan ketrampilan dari karyawan.
b.
Aspek social berhubungan dengan interaksi social baik
antar sesame karyawan maupun antar karyawan yang berbeda jenis kerja serta
hubungan dengan anggota keluarga.
c.
Aspek fisi berhungbungan dengan kondisi tubuhnya
meliputi juga jenis pekerjaanya pengaturan kerja, pengaturan waktu istirahat
dan keadaan ruangan, kondisi kesehatan dan umur.
d.
Aspek Finasial berhubungan dengan jaminan ddan
kesejatheraan yang melipti system besaran gaji, jaminan social, tunjangan
faislitas dan promosi.
3. Dimensi-dimensi kepuasaan kerja
Nelson and Quick (2006) mengungkapkan bahwa kepuasan kerja dipengaruhi
5 dimensi spesifik dari pekerjaan yaitu gaji, pekerjaan itu sendiri,
kesempatan promosi, supervisi dan rekan kerja.
1. Gaji : sejumlah upah yang diterima dan tingkat dimana hal ini bisa
diangap sebagai hal yang pantas dibandingkan dengen orang lain di dalam
organisasi. Karyawan memandang gaji sebagai refleksi dari bagaimana manajemen
memandang kontribusi mereka terhadap perusahaan.
2. Promosi merupakan factor yang berhubungan dengan ada atau tidaknya
kesempatan memperoleh peningkatan karier selama bekwerja. Kesempatan inilah
yang memiliki pengaruh yang berbeda pada kepuasan kerja.
3. Supervise merupakan kemampuan atasan untuk memberikan bantuan teknis dan
dukungan prilaku kepada bawahan yang mengalami permasalahan dalam pekerjaan.
4. Rekan Kerja merupakan tungakat dimana rekan kerja yang pandai dan
mendukung secara social merupakan factor yang berhubungan dengan hubungan
antara pegawai dan atsannya dan dengan pegawai lainnya baik yang sama maupun
yang berbeda jenis pekerjaan.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja
Chiselli dan
Brown mengemukakan bahwa faktor-faktor yang dapat menimbulkan kepuasan kerja :
1. Kedudukan
2. Pangkat Kerja
3. Masalah Umur
4. Jaminan finansial dan jaminan sosial
5. Mutu Pengawasan
1. Kedudukan
2. Pangkat Kerja
3. Masalah Umur
4. Jaminan finansial dan jaminan sosial
5. Mutu Pengawasan
Harold E.
Burt, mengemukakan pendapat tentang faktor-faktor yang ikut menentukan kepuasan
kerja sebagai berikut :
1. Faktor hubungan antar karyawan
2. Faktor-faktor Individual
3. Faktor-faktor luar
1. Faktor hubungan antar karyawan
2. Faktor-faktor Individual
3. Faktor-faktor luar
Pendapat
Gilmer (1966) tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja sebagai
berikut :
a. Kesempatan untuk maju
b. Keamanan kerja
c. Gaji
d. Perusahaan dan manajemen
e. Pengawasan (Supervisi)
f. Faktor intrinsik dari pekerjaan
g. Kondisi kerja
h. Aspek sosial dalam pekerjaan
i. Komunikasi
j. Fasilitas
a. Kesempatan untuk maju
b. Keamanan kerja
c. Gaji
d. Perusahaan dan manajemen
e. Pengawasan (Supervisi)
f. Faktor intrinsik dari pekerjaan
g. Kondisi kerja
h. Aspek sosial dalam pekerjaan
i. Komunikasi
j. Fasilitas
5. Hubungan
pelaksanaan kerja dengan kepuasaan kerja
Seorang pekerja yang masuk dan bergabung dalam suatu
organisasi, institusi maupun perusahaan mempunyai seperangkat keinginan,
kebutuhan , hasrat dan pengalaman masa lalu yang menyatu dan membentuk suatu
harapan yang diharapkan dapat dipenuhi di tempatnya bekerja. Kepuasan kerja ini
akan didapat apabila ada kesesuaian antara harapan pekerja dan kenyataan yang
didapatkan ditempat bekerja. Persepsi pekerja mengenai hal-hal yang berkaitan
dengan pekerjaannya dan kepuasan kerja melibatkan rasa aman, rasa adil, rasa
menikmati, rasa bergairah, status dan kebanggaan.
Keyakinan bahwa karyawan yang terpuaskan akan lebih produktif
daripada karyawan yang tak terpuaskan merupakan suatu ajaran dasar diantara
para manajer selama bertahun-tahun (Robbins, 2001:26)..
Setiap karyawan memiliki keinginan untuk mengimplementasikan
pengetahuan, keahlian dan pendidikan yang didapatkan sebelumnya kepada
perusahaan dimana mereka bekerja. Jika mereka tidak mampu mengaplikasikannya,
mereka akan menjadi tidak puas dan pada akhirnya akan mempengaruhi lama bekerja
(length of employment), hal ini bisa dikaitkan dengan loyalitas karyawan. Jika
karyawan dihargai secara adil sesuai dengan prestasi kerjanya maka mereka akan
merasa nyaman dalam bekerja dan tidak memiliki tendensi untuk berpindah
pekerjaan di tempat lain (Siehoyono, 2004).
Menurut Miller (1991), kepuasan karyawan adalah suatu ukuran
kepuasan dari tiap personel dengan peran yang berbeda dalam organisasi dan
meliputi keterlibatan perusahaan (company involvement), keuangan dan status
kerja (financial dan job status), dan kepuasan kerja intrinsik (intrinsic job
satisfaction).
Hubungannya dapat dilihat dari beberapa pengaruh, diantaranya:
1) Pengaruh
Antara Kerja Sama (teamwork) Dengan Kepuasan Karyawan. Greenberd dan Baron
(2003) menyatakan bahwa team adalah suatu kelompok yang anggotanya memiliki
keahlian yang saling melengkapi dan masing-masing berkomitmen kepada tujuan
yang sama (Siehoyono, 2004). Kerja sama yang saling menguntungkan dan mendukung
dalam suatu organisasi, akan menimbulkan kepuasan tersendiri pada anggota
kelompok itu sendiri. Dari studi yang dilakukan oleh Loveman (1998) terhadap
bank retail disimpulkan bahwa kerja sama adalah salah satu faktor yang memberi
kontribusi atas kepuasan karyawan selain kualitas perusahaan, penghargaan dan
fokus konsumen. Kesimpulan ini juga didukung pernyataan dari Heinhuis et al.,(1998).
2) Pengaruh
Antara Kesesuaian Terhadap Pekerjaan (employee job fit) Dengan Kepuasan
Karyawan. Advantage Hiring, Inc mendefinisikan kesesuaian kerja sebagai
karakteristik dari lingkungan kerja (Mozkowitz, Get “FIT” to reduce turnover,
n.d.). Menurut O’Reilly, Chatman, & Caldwell (1991), tujuan perusahaan yang
menyatu kepada tujuan karyawan secara perorangan akan menjadikan karyawan
merasa sayang untuk pergi (Mozkowitz, Get “FIT” to reduce turnover, n.d.).
3) Pengaruh
Antara Kesesuaian Terhadap Teknologi (technology job fit) Dengan Kepuasan
Karyawan. Kesesuaian terhadap teknologi berkaitan dengan ketepatan terhadap
alat atau teknologi yang digunakan dalam bekerja. Penelitian menunjukkan adanya
hubungan sebab-akibat antara technology job fit dengan employee satisfaction
(Corbet et al., 1989).
4) Pengaruh
Antara Kemampuan Kontrol Diri (perceived control) Dengan Kepuasan Karyawan
→ Kemampuan kontrol diri mewakili hubungan antara reaksi individu terhadap
tekanan dan kemampuan untuk mengendalikan situasi tersebut (Zeithaml et al.,
1991). Menurut Averill (1973, dikutip dari Zeithaml et al., 1991) ada 3 bentuk
kontrol yaitu: (1) kontrol perilaku yaitu kemampuan untuk memberi respon yang
mempengaruhi situasi yang mengancam; (2) kontol kognitif yaitu kemampuan untuk
mengurangi tekanan sesuai informasi yang diproses, dan (3) kontrol keputusan
melibatkan seleksi atau pemilihan tujuan. Semakin tinggi kemampuan kontrol
diri, maka akan semakin besar komitmen pada perusahaan.
5) Pengaruh
Antara Sistem Pengontrolan Pengawasan (supervisory control system) Dengan
Kepuasan Karyawan. Definisi sistem pengontrolan pengawasan adalah untuk
menentukan aktivitas mengawasi karyawan, selain itu juga mencakup dukungan
sosial (Zeithaml et al.,1991). Dalam kondisi yang sederhana, sistem
pengontrolan pengawasan merujuk pada tingkat dimana perilaku karyawan di
evaluasi lebih dibandingkan kuantitas output. Menurut Butler (1999), pengawasan
mempunyai peran penting dalm mengkoordinasikan kerja sama diantara karyawan
(kesatuan grup dapat didukung dengan efisiensi oleh para manajer). Semakin baik
system pengontrolan pengawasan, maka akan semakin tinggi kerjasama dan
kepercayaan karyawan terhadap manajer (Siehoyono, 2004).
6) Pengaruh
Antara Konflik Peran (role conflict) Dengan Kepuasan Karyawan. Ketika
individu dihadapkan pada peran yang menyimpang dari harapan, hasilnya adalah
konflik peran (Robbins, 1996). Konflik peran adalah suatu situasi yang terjadi
jika sesorang diharapkan untuk memerankan dua peran yang bertentangan.
Perubahan yang sering terjadi terhadap lokasi kerja, jumlah staff pendukung dan
tanggungjawab pengawasan diidentifikasikan oleh Kahn et al., (1964) sebegai
penyebab adanya konflik yang salah satunya adalah konflik peran (role
conflict). Konflik yang tidak kunjung terselesaikan akan mempengaruhi performa
kerja (Bernard & White, 1986), dan konsekuensinya adalah penurunan kepuasan
kerja (Kahn et al., 1964). sebegai penyebab adanya konflik yang salah satunya
adalah konflik peran (role conflict).
7) Pengaruh
Antara Ambiguitas Peran (role ambiguity) Dengan Kepuasan Karyawan.
Ambiguitas peran dalam perspektif karyawan oleh Mills dan Margulies mengacu secara khusus kepada situasi yang tidak jelas mengenai bagaimana menjalankan peran dalam organisasi. Ambiguitas peran dihasilkan dari ketidakpastian seseorang tentang harapan mereka dari pekerjaan yang diberikan (Werther dan Davis, 1996). Penelitian yang dilakukan oleh Kahn et al., (1964), menyatakan bahwa peran dalam organsasi yang perkembangannya terus berubah akan menimbulkan ketidakjelasan peran karena ekspektasi yang ada juga sering berubah.
Ambiguitas peran dalam perspektif karyawan oleh Mills dan Margulies mengacu secara khusus kepada situasi yang tidak jelas mengenai bagaimana menjalankan peran dalam organisasi. Ambiguitas peran dihasilkan dari ketidakpastian seseorang tentang harapan mereka dari pekerjaan yang diberikan (Werther dan Davis, 1996). Penelitian yang dilakukan oleh Kahn et al., (1964), menyatakan bahwa peran dalam organsasi yang perkembangannya terus berubah akan menimbulkan ketidakjelasan peran karena ekspektasi yang ada juga sering berubah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar