Senin, 31 Oktober 2016

Contoh Kasus Gangguan Psikologi dan cara penanganannya (Tugas 2)

·         Contoh Kasus:

Vika adalah seorang siswa kelas 5 yang memiliki nilai hasil belajar terendah di kelasnya. Nilai rendah tersebut tidak hanya untuk satu atau dua mata pelajaran saja, tetapi hampir semua mata pelajaran. Dalam proses kegiatan belajar mengajar Vika terlihat sulit sekali menerima materi pelajaran. Selain itu Vika juga tidak bisa fokus terhadap pelajaran. Ia lebih suka bermain dan mengganggu teman sebangkunya. Tidak jarang guru seringkali menegurnya lantaran mengganggu konsentrasi siswa lain. Sayangnya Vika tidak lantas diam dan fokus pada pelajaran hingga jam pelajaran selesai. Beberapa menit kemudian ia kembali mengganggu temannya dan tidak fokus pada pelajaran. Pekerjaan Rumah (PR) yang diberikan guru pun sering tidak ia kerjakan.
Hasil analisis menunjukan, Vika mengalami kesulitan belajar  (Learning Difficulty). Kesulitan belajar (Learning Difficulty) adalah suatu kondisi dimana kompetensi atau prestasi yang dicapai tidak sesuai dengan kriteria standar yang telah ditetapkan. Kondisi yang demikian umumnya disebabkan oleh faktor biologis atau fisiologis, terutama berkenaan dengan kelainan fungsi otak yang lazim disebut sebagai kesulitan dalam belajar spesifik, serta faktor psikologis yaitu kesulitan belajar yang berkenaan dengan rendahnya motivasi dan minat belajar.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kesulitan belajar, yaitu:
1.      Faktor Intern
Faktor intern adalah faktor yang ada di dalam individu yang sedang belajar. Dalam membicarakan faktor intern ini, penulis akan membahasnya menjadi 2 faktor, yaitu faktor fisilogis dan faktor psikologis.
a.       Faktor Fisiologis
Kondisi fisiologis pada umumnya sangat berperan terhadap kemampuan bagi seseorang, anak yang dalam keadaan segar jasmaninya akan berbeda belajarnya dengan anak yang ada dalam kelelahan. Anak-anak yang kurang gizi akan mudah cepat lelah, mudah mengantuk sehingga dalam kegiatan belajarnya mengalami kesulitan dalam menerima pelajaran.
b.      Faktor Psikologis
Adapun yang termasuk faktor-faktor psikologis yang mempengaruhi proses belajar antara lain adalah inteligensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan dan kesiapan (Slameto, 1999 : 55).

2.      Faktor Ekstern
Faktor ekstern adalah faktor yang ada di luar individu. Faktor ekstern dikelompokkan menjadi tiga faktor, yaitu :
a)      Keluarga, yang meliputi cara orang mendidik, relasi antara anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, dan latar belakang kebudayaan.
b)      Sekolah, yang meliputi metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, dan tugas rumah.
c)      Masyarakat, yang meliputi kegiatan siswa dalam masyarakat, media massa, teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat.

·         Cara Penanganan
1.      Menjelaskan kepada Vika akan pentingnya belajar, baik untuk sekarang maupun masa depan.
2.      Memberikan perhatian yang lebih dalam kegiatan proses belajar mengajar. Maksudnya jika Vika belum memahami suatu materi, guru harus dengan sabar menjelaskannya kembali dengan kata-kata yang mungkin lebih mudah dimengerti.
3.      Mengajak peran serta orang tua untuk ikut membantu dan mengawasi Doni dalam kegiatan belajar di rumah.
4.      Memotivasi Vika untuk giat belajar dengan kata-kata persuasif.

Namun, ada cara yang mempermudah peran orang tua dalam menangani permasalahan tersebut, salah satunya dengan Pelayanan konseling melalui fasilitas internet sudah dikenal dengan nama e-counseling ( email counseling ).
Email counseling merupakan proses terapeutik yang didalamnya terdapat kegiatan menulis selain ada kegiatan pertemuan secara langsung dengan konselor.  Karena, esensi e-counseling terletak pada menulis. Respon atau bantuan yang diberikan konselor bergantung pada informasi yang diberikan.  Konseli pun tidak perlu mengirimkan seluruh cerita mengenai masalah yang dihadapi, cukup dengan memilih informasi yang dirasakan pada satu situasi yang merupakan masalah.
E-mail merupakan cara paling baru dibandingkan dengan cara-cara yang lain untuk berkomunikasi secara cepat dan efektif melalui internet. Hal ini  tidak bermaksud untuk menggantikan konseling tatap muka ( face to face ), tetapi dapat  menjadi salah satu cara dalam membantu konseli untuk memecahkan masalahnya meskipun dalam keadaan jauh dalam hal tanpa bertemu langsung dengan konselor.
Email counseling merupakan satu cara untuk berkomunikasi antara konseli dengan konselor yang didalamnya dibahas mengenai masalah-masalah yang dihadapi koseli, misalnya masalah-masalah yang berkaitan dengan perkembangan kepribadian dan kehidupan konseli melalui surat atau tulisan pada internet.  Selain e-mail juga bisa dalam bentuk chatting dimana konselor secara langsung berkomunikasi dengan klien pada waktu yang sama melalui internet.

·         Sumber :

https://drizcade.wordpress.com/2010/04/18/layanan-bimbingan-konseling-berbasis-teknologi-informasi/

Minggu, 09 Oktober 2016

Tugas Sistem Informasi psikologi

1.      Pengertian Informasi
Definisi atau Pengertian Sistem Informasi Secara umum merupakan kegiatan atau aktifitas yang melibatkan serangkaian proses, berisi informasi-informasi yang digunakan untuk mencapai tujuan.
Menurut Hendi Haryadi (2009) informasi dapat didefinisikan sebagai hasil pengolahan data dalam suatu bentuk yang lebih berguna dan lebih berarti bagi penerimanya yang menggambarkan kejadian-kejadian sebenarnya yang digunakan untuk pengambilan keputusan
 Menurut Kusrini & Andri Kaniyo (2007) informasi adalah data yang sudah diolah menjadi sebuah bentuk yang berarti bagi pengguna, yang bermanfaat dalam pengambilan keputusan saat ini atau mendukung sumber informasi.
 Dapat ditarik kesimpulan bahwa informasi adalah data yang telah diolah yang memiliki arti bagi penerima dan dapat bermanfaat untuk manusia.

2.      Pengertian Sistem

Menurut Chr. Jimmy L. Gaol (2008) sistem adalah hubungan satu unit dengan unit-unit lainnya yang saling berhubungan satu sama lainnya dan yang tidak dapat dipisahkan serta menuju suatu kesatuan dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Apabila satu unit macet atau terganggu, unit lainnya pun akan terganggu untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan tersebut.

3.      Pengertian Psikologi
Menurut Dakir (1993), psikologi membahas tingkah laku manusia dalam hubungannya dengan lingkungannya.
Menurut Muhibbin Syah (2001), psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku terbuka dan tertutup pada manusia baik selaku individu maupun kelompok, dalam hubungannya dengan lingkungan. Tingkah laku terbuka adalah tingkah laku yang bersifat psikomotor yang meliputi perbuatan berbicara, duduk , berjalan dan lain sebgainya, sedangkan tingkah laku tertutup meliputi berfikir, berkeyakinan, berperasaan dan lain sebagainya

4.      Sistem Informasi Psikologi
Menurut Kusrini & Andri kaniyo (2007) sistem informasi adalah sebuah sistem yang terdiri atas rangkaian subsistem informasi terhadap pengolahan data untuk menghasilkan informasi berguna dalam pengambilan keputusan.
Menurut Ana, Sistem informasi psikologi adalah suatu bidang kajian ilmu yang mempelajari tentang hubungan antara ilmu psikologi itu sendiri dalam kaitannya dengan penggunaan komputer dan aplikasinya dalam bidang psikologi.
5.      Komponen-komponen  Sistem Informasi
Menurut O’Brien (dalam Gaol, 2008) dalam sistem informasi terdapat komponen-komponen sebagai berikut
a.       Perangkat keras (hardware), mencakup berbagai peranti fisik seperti komputer dan printer
b.       Perangkat lunak (software) atau program, yaitu sekumpulan instruksi yang memungkinkan perangkat keras memproses data
c.       Prosedur, yaitu sekumpulan aturan yang dipakai untuk mewujudkan pemrosesan data dan pembangkitan keluaran yang dikehendaki
d.      Orang, yaitu semua pihak yang bertanggung jawab dalam pengembangan sistem informasi, pemrosesan dan penggunaan keluaran sistem informasi
e.       Basis data (database), yaitu sekumpulan tabel hubungan dan lain-lain yang berkaitan dengan penyimpanan data
f.       Jaringan komputer dan komunikasi data, yaitu sisitem penghubung yang memungkinkan sumber (resources) dipakai secara bersama atau diakses oleh sejumah pemakai.

6.      Fungsi Sistem Informasi
Menurut O’Brien (dalam Gaol, 2008) fungsi sistem informasi menggambarkan
a.       Suatu wilayah funsional utama bisnis yang sama pentingnya dengan fungsi akuntansi, keuangan, manajemen operasional, pemasaran dan menajemen sumber daya manusia
b.      Suatu penyumbang penting untuk efisiensi operasional, produktivitas dan moril karyawan, dan pelayanan serta kepuasan pelanggan
c.       Sebuah sumber utama informasi dan dukungan yang diperlukan untuk meningkatkan keefektifan pembuatan keputusan oleh para manajer
d.      Sebuah unsur penting dalam pengembangan produk dan pelayanan yang bersaing yang memberikan keuntungan strategis dipasaran dunia
e.       Sebuah bagian utama pada sumber daya-sumber daya dan biaya perusahaan dalam menjalankan usaha bisnis hingga merupakan sebuah tantangan untuk manajemen sumber daya
f.       Sebuah kesempatan karir yang sangat penting, dinamis, dan menantang untuk banyak orang

7.      Manfaat Sistem Informasi Psikologi
·         Perusahaan sekarang ini banyak menggunakan software tentang alat tes agar waktu yang digunakan dalam menyeleksi calon karyawan baru lebih cepat dan efisien, serta tidak membuang tenaga para penyeleksinya juga.
·         Sebagai konseling online : anak-anak, remaja, wanita dll
·         Dapat digunakan untuk keperluan tes IQ
·         Untuk tes kepribadian :  Tes Rorschach atau bercak tinta adalah salah satu sarana proyeksi yang dapat digunakan untuk mengungkap kepribadian. (http://theinkblot.com)

DAFTAR PUSATAKA

Ana.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/33562/SISTEM+INFORMASI.ppt
Dakir. 1993. Dasar-Dasar Psikologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Gaol, C.J.L (2008). Sistem Informasi Manajemen. Jakarta: Grasindo. (Google Book)
Haryadi, H. (2009). Administrasi Perkantoran. Jakarta: Visi Media. (Google Book)
Gulö, D. (1982). Kamus Psychologi. Universitas Michigan: Tonis.
Kusrini & Kaniyo, A. (2007). Tuntunan Praktis Membangun Sistem Informasi Akuntansi dengan  Visual Basic dan Microsoft SQL Server. Yogyakarta: Penerbit Andi. (Google Book)
Http://nove03scorpio.blogspot.co.id/2013/10/pengertian-sistem-informasi-psikologi.html
Kusrini & Kaniyo, A. (2007). Tuntunan Praktis Membangun Sistem Informasi Akuntansi denganVisual Basic dan Microsoft SQL Server. Yogyakarta: Penerbit Andi. (Google Book)






Minggu, 27 Maret 2016

CBT ( Cognitive Behaviour Therapy)

CBT ( Cognitive Behaviour Therapy)

1.      Konsep dasar dalam CBT
CBT merupakan sejumlah terapi yang berfokus pada kognisi sebagai mediator ketegangan dan disfungsi psikologis. CBT disebut juga dengan istilah Cognitive Behavioral Modification merupakan salah satu terapi modifikasi fungsi berpikir, merasa, dan bertindak dengan cara membuang pikiran dan keyakinan buruk klien, untuk diganti dengan konstruksi pola pikir yang lebih baik. Jadi, kunci dalam terapi ini adalah berusaha mengubah pola pikiran yang negatif ke arah yang positif. Cognitive Behavior Therapy (CBT) dapat digunakan dalam rangka membantu menangani masalah psikologis seperti: depresi, kecemasan dan gangguan panik.

2.      Unsur-unsur dalam CBT
Terapi Cognitive Behavior Therapy ini mendasarkan pada pokok yakni :
1)      Aktivitas kognitif mempengaruhi perilaku
2)      Aktivitas kognitif dapat dipantau dan diubah ubah
3)      Perubahan perilaku yang dikehendaki dapat dilakukan melalui perubahan kognitif.

3.      Tujuan Therapy
Tujuan Cognitive Behavior Therapy adalah untuk mengajak klien menentang pikiran dan emosi yang salah dengan menampilkan bukti-bukti yang bertentangan dengan keyakinan mereka tentang masalah yang dihadapi. Konselor diharapkan mampu menolong klien untuk mencari keyakinan yang sifatnya dogmatis dalam diri klien dan secara kuat mencoba menguranginya.

4.      Teknik Therapy
·         Self Instructional Coping Methods (Meichenbaum)
Konsep Self Instructional Coping Methods yaitu mengganti pikiran negatif menjadi positif.
Self instruction → untuk mengubah perilaku
Langkah-langkah dalam Self Instructional Coping Methods :
-    Mengidentifikasi stimulus yang menyebabkan stress → negative self statement.
-     Melalui modelling atau behaviour rehearsal → klien belajar self talk untuk menetralisir negative self statement ketika situasi yang menimbulkan stress muncul.
-     Mengajarkan klien self instruction (misalnya menarik napas panjang).
-     Mengajarkan klien self reinforcing setelah berhasil menguasai situasi.

·         Problem – Solving Methods (Dzurilla & Golfried)
Problem solving mengandung proses perilakuan, baik overt (tampak), atau kognitif yang menyediakan berbagai alternatif respon efektif untuk menyelesaikan situasi problematis, dan meningkatkan kemungkinan memilih respon-respon yang paling efektif dari berbagai alternatif tersebut.
Tujuan Pelatihan : bukan untuk memberikan solusi tetapi memberikan ketrampilan umum supaya individu memiliki kemampuan menyelesaikan berbagai problem secara efektif.
Tahap Problem Solving
1.      Orientasi Umum
-      Menjelaskan dasar pikiran
-      Mengarahkan pemahaman yang merupakan bagian hidupnya.
-      Menekankan pada klien bahwa ia harus belajar mengenali situasi yang terjadi dan responnya yang seharusnya tidak dimunculkan secara otomatis
-      Klien dapat bertanya
-      Klien menceritakan situasi problematis yang dialami dan reaksi yang berhubungan dengan pemikiran dan perasaannya.
2.      Definisi & Formulasi Problem
-       Pada mulanya klien menceritakan problem secara samar dan abstrak (gambaran umum)
-      Klien harus belajar menceritakan problem secara spesifik dan mendetail.
-      Tidak hanya menceritakan kejadian yang eksternal, tetapi juga pikiran dan perasaan yang terlibat di dalamnya.
-      Klien belajar memisahkan informasi yang tidak relevan dan memfokuskan pada informasi yang berhubungan dengan problemnya.
3.      Membuat Alternatif
-       Setelah mendefinisikan masalah dnegan tepat, klien diinstruksikan melakukan brainstorming tentang solusi-solusi yang mungkin dilakukan.
-      Setelah klien mengidentifikasi beberapa alternatif respon penting, ia siap membuat keputusan berkaitan dengan strategi berikutnya.
4.      Mengambil Keputusan
-       Membuat estimasi dari beberapa alternatif yang muncul
-      Memperkirakan kemungkinan efektivitas dan konsekuensi jangka pendek dan panjang.
-      Membuat evaluasi.
5.      Verifikasi
-       Setelah ditemukan pemecahan masalah, dibuat pelatihan dan diwujudkan dalam kehidupan nyata dalam tingkah lakunya.
-      Terapis perlu memotivasi dan membimbing klien untuk menerapkan tingkah laku yang dipilih.
-      Mengevaluasi apa yang telah dilakukan.

5.      Contoh kasus
Jakarta, CNN Indonesia -- Emily Titterington (16) memiliki fobia toilet dan sering menahan keinginannya untuk buang air besar (BAB) sampai lebih dari dua bulan. Karena ketakutan yang berlebihan tersebut, Emily meninggal dunia akibat serangan jantung yang disebabkan oleh sembelit, setelah delapan minggu tidak BAB.
Akibat terus-menerus menahan BAB, ususnya tumbuh semakin besar sehingga rongga dadanya mendapat tekanan lebih, dan menyebabkan pergerakan organ lainnya.
Nyawa remaja yang berasal dari Cornwall, Inggris, ini sebenarnya masih dapat diselamatkan dengan pengobatan yang sesuai, tapi ia menolak untuk diperiksa secara medis.
Patologist Home Office Dr Amanda Jeffery mengatakan gejalanya berlanjut dengan kondisi yang dikenal sebagai ‘penahanan tinja’, yang biasanya lebih sering terjadi pada anak-anak. Pemeriksaan post-mortem mengungkapkan bahwa Emily mengalami pembesaran masif pada usus besar.
“Itu tidak seperti apa yang pernah saya lihat sebelumnya. Itu sangat dramatis,” ujar Dr Amanda Jeffery, seperti dilansir dari laman Telegraph.
Tim pemeriksa koroner menyebutkan, Emily mengidap autisme ringan dan menderita masalah usus, tetapi dokter tidak mampu menentukan penyebabnya.
Dokter pribadinya, Dr Alistair James, mengatakan pada beberapa waktu menjelang kematiannya, ibunya Emily, Geraldine (59), telah berjuang untuk membujuknya menjalani pemeriksaan medis. Dr James telah memberikan obat pencahar tetapi tidak memeriksa perut Emily.
"Seandainya saya melakukannya (memeriksa perut Emily), kita mungkin akan berbicara hal lain," kata Dr James. "Kematiannya bisa dihindari dengan pengobatan yang tepat pada titik yang tepat."
Emily kolaps di rumahnya di St Austell pada 8 Februari 2013. Paramedis telah mencoba menghidupkannya kembali, tapi kemudian Emily dinyatakan meninggal dunia di rumah sakit. Pemeriksaan kasus kematiannya kemudian berlanjut hingga ke pengadilan.
Paramedis Lee Taylor mengatakan mendatangi rumah keluarga Emily dua kali pada malam kematiannya. Pada kedatangan pertama, ia menggambarkan keadaan Emily seperti ‘tampak pucat’ dan dia mengeluh sakit antara tulang bahunya. Namun, Emily menolak untuk pergi ke rumah sakit dan enggan untuk diperiksa. Menurutnya, Emily mengenakan baju longgar dan ia tidak melihat pembengkakan di perutnya.
Tak lama setelah kembali ke rumah sakit, Taylor mengatakan kembali dihubungi oleh keluarga Emily. "Kami dialokasikan ke sebuah keadaan darurat di rumah yang baru saja kami tinggalkan. Ketika kami tiba, ayah Emily, James, di luar berteriak kepada kami untuk meminta bantuan, dan mengatakan telah terjadi sesautu yang salah,” kata Taylor.
"Ketika Emily dipindahkan, saya bisa melihat perutnya kelihatan memanjang. Tulang rusuk bawahnya terdorong keluar dari tulang kemaluannya. Saya sangat terkejut.”
Ibunya mengatakan bahwa Emily belum pergi ke toilet selama enam sampai delapan minggu dan itu sudah biasa terjadi. Dalam pernyataan yang dibacakan di pengadilan, saudara ipar Emily, Brian Herbert, berkata keluarganya telah mencoba berbagai solusi yang berbeda untuk mengatasi kondisi usus Emily.

  1. Sumber
Roberts, Albert R & J, Gilbert. 2008.  Buku Pintar Pekerja sosial.  PT BPK Gunung Mulia: Jakarta
Singgih D, Gunarsa. 2007. Konseling dan Psikoterapi. PT BPK Gunung Mulia: Jakarta


Selasa, 19 Januari 2016

TUGAS FORTOFOLIO 4 : SIKAP KERJA DAN KEPUASAN KERJA


A. Sikap
Pengertian Sikap
Menurut Gibson (1997), sikap adalah perasaan positif atau negatif atau keadaan mental yang selalu disiapkan, dipelajari dan diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh khusus pada respon seseorang terhadap orang, obyek ataupun keadaan. Sikap lebih merupakan determinan perilaku sebab sikap berkaitan dengan persepsi, kepribadian dan motivasi.
Menurut Sada (2000), sikap adalah tindakan yang akan diambil karyawan dan segala sesuatu yang harus dilakukan karyawan tersebut yang hasilnya sebanding dengan usaha yang dilakukan.
Menurut Robbins dan Judge (2008), sikap adalah pernyataan evaluatif, baik yang menyenangkan maupun tidak menyenankan, terhadap objek, individu, atau peristiwa. Hal ini mencerminkan bagaimana perasaan seseorang tentang sesuatu.
Berdasarkan pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa sikap adalah perasaan atau keadaan mental yang disiapkan, dipelajari dan diatur melalui pengalaman sebagai respon seseorang terhadap objek, individu atau peristiwa.
1.      DETERMINAN SIKAP KERJA
Sikap kerja dapat dijadikan indikator apakah suatu pekerjaan berjalan lancar atau tidak. Jika sikap kerja dilaksanakan dengan baik, pekerjaan akan berjalan lancar. Jika tidak berarti akan mengalami kesulitan. Tetapi, bukan berarti adanya kesulitan karena tidak dipatuhinya sikap kerja, melainkan ada masalah lain lagi dalam hubungan antara karyawan yang akibatnya sikap kerjanya diabaikan.
a.       Menurut para tokoh :
1)      Gibson, menjelaskan sikap sebagai perasaan positif atau negatif atau keadaan mental yang selalu disiapkan, dipelajari dan diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh khusus pada respon seseorang terhadap orang, obyek ataupun keadaan. Sikap lebih merupakan determinan perilaku sebab, sikap berkaitan dengan persepsi, kepribadian dan motivasi.
2)       Sada, adalah tindakan yang akan diambil karyawan dan segala sesuatu yang harus dilakukan karyawan tersebut yang hasilnya sebanding dengan usaha yang dilakukan.
b.      Sikap yang positif
1)      Kemauan untuk bekerja sama. Bekerja sama dengan orang-orang dalam suatu kelompok akan memungkinkan perusahaan dapat mencapai tujuan yang tidak mungkin dicapai oleh orang-orang secara individual. Rasa memiliki. Adanya rasa ikut memiliki karyawan terhadap perusahaan akan membuat karyawan memiliki sikap untuk ikut menjaga dan bertanggung jawab terhadap perusahaan sehingga pada akhirnya akan menimbulkan loyalitas demi tercapainya tjuan perusahaan.
2)      Hubungan antar pribadi. Karyawan yang mempunyai loyalitas karyawan tinggi mereka akan mempunyai sikap fleksibel kea rah tete hubungan antara pribadi. Hubungan antara pribadi ini meliputi : hubungan social diantara karyawan. Hubungan yang harmonis antara atasan dan karyawan, situasi kerja dan sugesti dari teman sekerja.
3)      Suka terhadap pekerjaan. Perusahaan harus dapat menghadapi kenyataan bahwa karyawannya tiap hari dating untu bekerja sama sebagai manusia seutuhnya dalam hal melakukan pekerjaan yang akan dilakukan dengan senang hati sebagai indikatornya bisa dilihat dari : kesanggupan karyawan dalam bekerja, karyawan tidak kpernah menuntut apa yang diterimanya di luar gaji pokok.
2.      PENGUKURAN SIKAP KERJA
Kepuasan kerja merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk mendapatkan hasil kerja yang optimal. Ketika seorang merasakan kepuasan dalam bekerja tentunya ia akan berupaya semaksimal mungkin dengan segenap kemampuan yang dimilikinya untuk menyelesaikan tugas pekerjaannya. Dengan demikian produktivitas dan hasil kerja karyawan akan meningkat secara optimal.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja karyawan pada dasarnya secara praktis dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik adalah faktor yang berasal dari dalam diri dan dibawa oleh setiap karyawan sejak mulai bekerja di tempat pekerjaannya, Sebagai contoh, karyawan yang sudah lama bekerja memiliki kecenderungan lebih puas dibandingkan dengan karyawan yang belum lama bekerja (Doering et al., 1983) Faktor eksentrinsik menyangkut hal-hal yang berasal dari luar diri karyawan, antara lain kondisi fisik lingkungan kerja, interaksinya dengan karyawan lain, sistem penggajian dan sebagainya.
Secara teoritis, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja sangat banyak jumlahnya, seperti gaya kepemimpinan, produktivitas kerja, perilaku, locus of control , pemenuhan harapan penggajian dan efektivitas kerja.
Salah satu cara untuk menentukan apakah pekerja puas dengan pekerjaannya atau tidak, ialah dengan membandingkan pekerjaan mereka dengan beberapa pekerjaan ideal tertentu (teori kesenjangan).
Faktor-faktor yang biasanya digunakan untuk mengukur kepuasan kerja seorang pegawai diantaranya :
Ø isi pekerjaan, penampilan tugas pekerjaan yang aktual dan sebagai kontrol terhadap pekerjaan
Ø supervise
Ø organisasi dan manajemen
Ø kesempatan untuk maju
Ø gaji dan keuntungan dalam bidang finansial lainnya seperti adanya insentif
Ø rekan kerja
Ø kondisi pekerjaan
Menurut Job Descriptive Index (JDI) faktor penyebab kepuasan kerja, pengukuran sikap/kepuasan kerja, diantaranya :
1. bekerja pada tempat yang tepat
2. pembayaran yang sesuai
3. organisasi dan manajemen
4. supervisi pada pekerjaan yang tepat
5. orang yang berada dalam pekerjaan yang tepat
3.      MACAM-MACAM SIKAP KERJA
Sikap tubuh dalam bekerja terdiri dari :
1.    Sikap Kerja Duduk.
                        Sikap kerja duduk merupakan sikap kerja yang kaki tidak terbebani dengan berat tubuh dan posisi stabil selama bekerja. Duduk memerlukan lebih sedikit energi daripada berdiri karena hal itu dapat mengurangi banyaknya beban otot statis pada kaki. Kegiatan bekerja sambil duduk harus dilakukan secara ergonomi sehingga dapat memberikan kenyamanan dalam bekerja.
            Sikap duduk yang keliru merupakan penyebab adanya masalah – masalah punggung. Hal ini dapat terjadi karena tekanan pada bagian tulang belakang akan meningkat pada saat duduk dibandingkan dengan saat berdiri ataupun berbaring. Jika diasumsikan tekanan tersebut sekitar 100% ; maka cara duduk yang tegang atau kaku (erect posture) dapat menyebabkan tekanan tersebut mencapai 140% dan cara duduk yang dilakukan dengan membungkuk ke depan menyebabkan tekanan tersebut sampai 190% (Nurmianto, 2004). Sikap duduk paling baik yang tidak berpengaruh buruk terhadap sikap badan dan tulang belakang adalah sikap duduk dengan sedikit lardosa pada pinggang dan sedikit mungkin kifosa pada punggung (Suma’mur, 1989). Sikap duduk yang benar yaitu sebaiknya duduk dengan punggung lurus dan bahu berada dibelakang serta bokong menyentuh belakang kursi. Selain itu, duduklah dengan lutut tetap setinggi atau sedikit lebih tinggi panggul (gunakan penyangga kaki) dan sebaiknya kedua tungkai tidak saling menyilang. Jaga agar kedua kaki tidak menggantung dan hindari duduk dengan posisi yang sama lebih dari 20-30 menit. Selama duduk, istirahatkan siku dan lengan pada kursi, jaga bahu tetap rileks (Wasisto, 2005).
Keuntungan bekerja sambil duduk adalah sebagai berikut :
1.      Menghilangkan tumpuan berat badan pada kaki.
2.      Memungkinkan tubuh menghindari sikap yang tidak alamiah.
3.      Kurangnya penggunaan energi sehingga bisa mengurangi atau memperlambat terjadinya kelelahan.
4.      Kurangnya tingkat keperluan sirkulasi darah.
5.      Memberikan kestabilan lebih besar pada pekerjaan-pekerjaan yang membutuhkan ketepatan dan ketelitian.
6.      Memungkinkan pengoperasian alat kendali kaki dengan lebih mudah, tepat dan aman dalam posisi tubuh yang tetap baik.
Namun, kegiatan bekerja sambil duduk juga dapat menimbulkan kerugian/ masalah bila
dilakukan secara tidak ergonomis. Kerugian tersebut antara lain :
a.    Melembeknya otot – otot perut.
b.    Melengkungnya punggung.
c.    Tidak baik bagi organ dalam tubuh, khususnya pada organ pada sistem pencernaan jika posisi dilakukan secara membungkuk.

2.      Sikap Kerja Berdiri.
Selain sikap kerja duduk, sikap kerja berdiri juga banyak ditemukan di perusahaan. Sikap kerja berdiri merupakan sikap kerja yang posisi tulang belakang vertikal dan berat badan tertumpu secara seimbang pada dua kaki. Bekerja dengan posisi berdiri terus menerus sangat mungkin akan terjadi penumpukan darah dan berbagai cairan tubuh pada kaki dan hal ini akan bertambah bila berbagai bentuk dan ukuran sepatu yang tidak sesuai. Sikap kerja berdiri dapat menimbulkan keluhan subjektif dan juga kelelahan bila sikap kerja ini tidak dilakukan bergantian dengan sikap kerja duduk (Rizki, 2007).
Keuntungan dan kerugian sikap kerja berdiri :
Otot perut tidak kendor, sehingga vertebra (ruas tulang belakang) tidak rusak bila mengalami pembebanan
Kerugian: Otot kaki cepat lelah.

3.    Posisi Kerja Duduk – Berdiri
Posisi kerja duduk-berdiri yaitu posisi atau sikap kerja yang dapat dilakukan dengan berdiri atapun duduk. Posisi Duduk - Berdiri mempunyai keuntungan secara Biomekanis dimana tekanan pada tulang belakang dan pinggang 30% lebih rendah dibandingkan dengan posisi duduk maupun berdiri terus menerus.                                             
Sikap kerja lainnya antara lain :
      Mengangkat beban
Bermacam cara dalam mengangkat beban yakni dengan kepala, bahu, tangan, punggung , dll. Beban yang terlalu berat dapat menimbulkan cedera tulang punggung, jaringan otot dan persendian akibat gerakan yang berlebihan.
      Faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan-kegiatan mengangkat dan mengangkut adalah sebagai berikkut :
a.       Beban yang diperkenakan,  jarak angkut dan intensitas pembebanan.
b.      Kondisi lingkungan kerja yaitu keadaan medan yang licin, kasar, naik turun dll.
c.       Keterampilan bekerja
d.      Peralatan kerja beserta keamanannya
      Cara-cara mengangkut dan mengangkat yang baik harus memenuhi 2 prinsip kinetis yaitu :
1.            Beban diusahakan menekan pada otot tungkai yang keluar dan sebanyak mungkin otot tulang belakang yang lebih lemah dibebaskan dari pembebanan
2.            Momentum gerak badan dimanfaatkan untuk mengawali gerakan.
Penerapan :
a.       Pegangan harus tepat
b.      Lengan harus berada sedekatnya pada badan dan dalam posisi lurus
c.       Punggung harus diluruskan
d.      Dagu ditarik segera setelah kepala bisa di tegakkan lagi seperti pada permulaan gerakan
e.       Posisi kaki di buat sedemikian rupa sehingga mampu untuk mengimbangi momentum yang terjadi dalam posisi mengangkat
f.       Beban diusahakan berada sedekat mungkin terhadap garis vertical yang melalui pusat grafitas tubuh.
a.       Sikap kerja almiah
                        Sikap kerja almiah aadalh sikap kerja atau posisi kerja yang sesuai dengan bentuk alamiah kurva tulang belakang. Misalnya pada sikap kerja duduk yang paling baik adalah sedikit lordose pada pinggang dan sedikit kifose pada punggung. Dengan posisi seperti ini pengaruh buruk pada tulang belakang terutama pada lumbosacral dapat dikurangi. Hal ini dapat dicapai dengan penggunaan kursi dengan sandaran pinggang yang sesuai dengan bentuk anatomis alami tulang belakang.
b.      Sikap Kerja Tidak Alamiah
Sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan posisi bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah misalnya pergerakan tangan terangkat, punggung terlalu membungkuk, kepala terangkat dan sebagainya. Semakin jauh posisi bagian tubuh dari pusat gravitasi tubuh, maka akan semakin tinggi pula resiko terjadinya keluhan otot skeletal. Sikap kerja tidak alamiah ini pada umumnya karena karakteristik tuntutan tugas, alat kerja dan stasiun kerja tidak sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan pekerja. Posisi tubuh atau sikap kerja yang tidak alamiah dan cara kerja yang tidak ergonomis dalam waktu lama dan terus menerus dapat menyebabkan berbagai gangguan kesehatan pada pekerja antara lain :
a.       Rasa sakit pada bagian-bagian tertentu sesuai jenis pekerjaan yang dilakukan seperti pada tangan, kaki, perut, punggung, pinggang dan lain-lain.
b.      Menurunnya motivasi dan kenyamanan kerja.
c.       Gangguan gerakan pada bagian tubuh tertentu (kesulitan mengerakkan kaki, tangan atau leher/kepala).
d.      Dalam waktu lama bisa terjadi perubahan bentuk tubuh (tulang miring, bongkok).





B. Kepuasan Kerja
1.      Pengertian Kepuasan Kerja
Menurut Robbins (2001) kepuasan kerja didefinisikan sebagai suatu sikap umum seseorang terhadap pekerjaannya. Definisi ini mengandung pengertian yang luas. Dengan kata lain kepuasan kerja merupakan penjumlahan yang rumit dari sejumlah unsur pekerjaan yang terbedakan dan terpisahkan satu sama lain (discrete job elements).
Howell dan Dipboye (1986) memandang kepuasan kerja sebagai hasil keseluruhan dari derajat rasa suka atau tidak sukanya tenaga kerja terhadap berbagai aspek dari pekerjaan.
Selanjutnya dibahas tiga model yang mencerminkan hubungan-hubungan yang berbeda antara sikap dan motivasi untuk performance secara efektif.
Newstrom : mengemukakan bahwa “job satisfaction is the favorableness or unfavorableness with employes view their work”. Kepuasan kerja berarti perasaan mendukung atau tidak mendukung yang dialami [pegawai] dalam bekerja
Handoko : Keadaan emosional yang menyenangkan dengan mana para karyawan memandang pekerjaan mereka. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Ini dampak dalam sikap positif karyawan terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi di lingkungan kerjanya.
2.      Aspek-aspek dalam kepuasaan kerja
a.       Aspek Psikologis yang berhubungan dengan kejiwaandan minat, ketentraman kerja dan sikap kerja, bakat dan ketrampilan dari karyawan.
b.      Aspek social berhubungan dengan interaksi social baik antar sesame karyawan maupun antar karyawan yang berbeda jenis kerja serta hubungan dengan anggota keluarga.
c.       Aspek fisi berhungbungan dengan kondisi tubuhnya meliputi juga jenis pekerjaanya pengaturan kerja, pengaturan waktu istirahat dan keadaan ruangan, kondisi kesehatan dan umur.
d.      Aspek Finasial berhubungan dengan jaminan ddan kesejatheraan yang melipti system besaran gaji, jaminan social, tunjangan faislitas dan promosi.
3.      Dimensi-dimensi kepuasaan kerja
Nelson and Quick   (2006) mengungkapkan bahwa kepuasan kerja dipengaruhi 5 dimensi  spesifik dari pekerjaan yaitu gaji, pekerjaan itu sendiri, kesempatan promosi, supervisi dan rekan kerja.
1.      Gaji : sejumlah upah yang diterima dan tingkat dimana hal ini bisa diangap sebagai hal yang pantas dibandingkan dengen orang lain di dalam organisasi. Karyawan memandang gaji sebagai refleksi dari bagaimana manajemen memandang kontribusi mereka terhadap perusahaan. 
2.      Promosi merupakan factor yang berhubungan dengan ada atau tidaknya kesempatan memperoleh peningkatan karier selama bekwerja. Kesempatan inilah yang memiliki pengaruh yang berbeda pada kepuasan kerja.
3.      Supervise merupakan kemampuan atasan untuk memberikan bantuan teknis dan dukungan prilaku kepada bawahan yang mengalami permasalahan dalam pekerjaan.
4.      Rekan Kerja merupakan tungakat dimana rekan kerja yang pandai dan mendukung secara social merupakan factor yang berhubungan dengan hubungan antara pegawai dan atsannya dan dengan pegawai lainnya baik yang sama maupun yang berbeda jenis pekerjaan.
4.      Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja
Chiselli dan Brown mengemukakan bahwa faktor-faktor yang dapat menimbulkan kepuasan kerja :
1. Kedudukan
2. Pangkat Kerja
3. Masalah Umur
4. Jaminan finansial dan jaminan sosial
5. Mutu Pengawasan
Harold E. Burt, mengemukakan pendapat tentang faktor-faktor yang ikut menentukan kepuasan kerja sebagai berikut :
1. Faktor hubungan antar karyawan
2. Faktor-faktor Individual
3. Faktor-faktor luar
Pendapat Gilmer (1966) tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja sebagai berikut :
a. Kesempatan untuk maju
b. Keamanan kerja
c. Gaji
d. Perusahaan dan manajemen
e. Pengawasan (Supervisi)
f. Faktor intrinsik dari pekerjaan
g. Kondisi kerja
h. Aspek sosial dalam pekerjaan
i. Komunikasi
j. Fasilitas
5.      Hubungan pelaksanaan kerja dengan kepuasaan kerja
Seorang pekerja yang masuk dan bergabung dalam suatu organisasi, institusi maupun perusahaan mempunyai seperangkat keinginan, kebutuhan , hasrat dan pengalaman masa lalu yang menyatu dan membentuk suatu harapan yang diharapkan dapat dipenuhi di tempatnya bekerja. Kepuasan kerja ini akan didapat apabila ada kesesuaian antara harapan pekerja dan kenyataan yang didapatkan ditempat bekerja. Persepsi pekerja mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaannya dan kepuasan kerja melibatkan rasa aman, rasa adil, rasa menikmati, rasa bergairah, status dan kebanggaan.   
Keyakinan bahwa karyawan yang terpuaskan akan lebih produktif daripada karyawan yang tak terpuaskan merupakan suatu ajaran dasar diantara para manajer selama bertahun-tahun (Robbins, 2001:26)..
Setiap karyawan memiliki keinginan untuk mengimplementasikan pengetahuan, keahlian dan pendidikan yang didapatkan sebelumnya kepada perusahaan dimana mereka bekerja. Jika mereka tidak mampu mengaplikasikannya, mereka akan menjadi tidak puas dan pada akhirnya akan mempengaruhi lama bekerja (length of employment), hal ini bisa dikaitkan dengan loyalitas karyawan. Jika karyawan dihargai secara adil sesuai dengan prestasi kerjanya maka mereka akan merasa nyaman dalam bekerja dan tidak memiliki tendensi untuk berpindah pekerjaan di tempat lain (Siehoyono, 2004).
Menurut Miller (1991), kepuasan karyawan adalah suatu ukuran kepuasan dari tiap personel dengan peran yang berbeda dalam organisasi dan meliputi keterlibatan perusahaan (company involvement), keuangan dan status kerja (financial dan job status), dan kepuasan kerja intrinsik (intrinsic job satisfaction).
Hubungannya dapat dilihat dari beberapa pengaruh, diantaranya:
1)      Pengaruh Antara Kerja Sama (teamwork) Dengan Kepuasan Karyawan. Greenberd dan Baron (2003) menyatakan bahwa team adalah suatu kelompok yang anggotanya memiliki keahlian yang saling melengkapi dan masing-masing berkomitmen kepada tujuan yang sama (Siehoyono, 2004). Kerja sama yang saling menguntungkan dan mendukung dalam suatu organisasi, akan menimbulkan kepuasan tersendiri pada anggota kelompok itu sendiri. Dari studi yang dilakukan oleh Loveman (1998) terhadap bank retail disimpulkan bahwa kerja sama adalah salah satu faktor yang memberi kontribusi atas kepuasan karyawan selain kualitas perusahaan, penghargaan dan fokus konsumen. Kesimpulan ini juga didukung pernyataan dari Heinhuis et al.,(1998).
2)      Pengaruh Antara Kesesuaian Terhadap Pekerjaan (employee job fit) Dengan Kepuasan Karyawan. Advantage Hiring, Inc mendefinisikan kesesuaian kerja sebagai karakteristik dari lingkungan kerja (Mozkowitz, Get “FIT” to reduce turnover, n.d.). Menurut O’Reilly, Chatman, & Caldwell (1991), tujuan perusahaan yang menyatu kepada tujuan karyawan secara perorangan akan menjadikan karyawan merasa sayang untuk pergi (Mozkowitz, Get “FIT” to reduce turnover, n.d.).
3)      Pengaruh Antara Kesesuaian Terhadap Teknologi (technology job fit) Dengan Kepuasan Karyawan. Kesesuaian terhadap teknologi berkaitan dengan ketepatan terhadap alat atau teknologi yang digunakan dalam bekerja. Penelitian menunjukkan adanya hubungan sebab-akibat antara technology job fit dengan employee satisfaction (Corbet et al., 1989).
4)      Pengaruh Antara Kemampuan Kontrol Diri (perceived control) Dengan Kepuasan Karyawan → Kemampuan kontrol diri mewakili hubungan antara reaksi individu terhadap tekanan dan kemampuan untuk mengendalikan situasi tersebut (Zeithaml et al., 1991). Menurut Averill (1973, dikutip dari Zeithaml et al., 1991) ada 3 bentuk kontrol yaitu: (1) kontrol perilaku yaitu kemampuan untuk memberi respon yang mempengaruhi situasi yang mengancam; (2) kontol kognitif yaitu kemampuan untuk mengurangi tekanan sesuai informasi yang diproses, dan (3) kontrol keputusan melibatkan seleksi atau pemilihan tujuan. Semakin tinggi kemampuan kontrol diri, maka akan semakin besar komitmen pada perusahaan.
5)      Pengaruh Antara Sistem Pengontrolan Pengawasan (supervisory control system) Dengan Kepuasan Karyawan. Definisi sistem pengontrolan pengawasan adalah untuk menentukan aktivitas mengawasi karyawan, selain itu juga mencakup dukungan sosial (Zeithaml et al.,1991). Dalam kondisi yang sederhana, sistem pengontrolan pengawasan merujuk pada tingkat dimana perilaku karyawan di evaluasi lebih dibandingkan kuantitas output. Menurut Butler (1999), pengawasan mempunyai peran penting dalm mengkoordinasikan kerja sama diantara karyawan (kesatuan grup dapat didukung dengan efisiensi oleh para manajer). Semakin baik system pengontrolan pengawasan, maka akan semakin tinggi kerjasama dan kepercayaan karyawan terhadap manajer (Siehoyono, 2004).
6)      Pengaruh Antara Konflik Peran (role conflict) Dengan Kepuasan Karyawan. Ketika individu dihadapkan pada peran yang menyimpang dari harapan, hasilnya adalah konflik peran (Robbins, 1996). Konflik peran adalah suatu situasi yang terjadi jika sesorang diharapkan untuk memerankan dua peran yang bertentangan. Perubahan yang sering terjadi terhadap lokasi kerja, jumlah staff pendukung dan tanggungjawab pengawasan diidentifikasikan oleh Kahn et al., (1964) sebegai penyebab adanya konflik yang salah satunya adalah konflik peran (role conflict). Konflik yang tidak kunjung terselesaikan akan mempengaruhi performa kerja (Bernard & White, 1986), dan konsekuensinya adalah penurunan kepuasan kerja (Kahn et al., 1964). sebegai penyebab adanya konflik yang salah satunya adalah konflik peran (role conflict).
7)      Pengaruh Antara Ambiguitas Peran (role ambiguity) Dengan Kepuasan Karyawan.
Ambiguitas peran dalam perspektif karyawan oleh Mills dan Margulies mengacu secara khusus kepada situasi yang tidak jelas mengenai bagaimana menjalankan peran dalam organisasi. Ambiguitas peran dihasilkan dari ketidakpastian seseorang tentang harapan mereka dari pekerjaan yang diberikan (Werther dan Davis, 1996). Penelitian yang dilakukan oleh Kahn et al., (1964), menyatakan bahwa peran dalam organsasi yang perkembangannya terus berubah akan menimbulkan ketidakjelasan peran karena ekspektasi yang ada juga sering berubah.